Robot Jadi Politisi: Kalau AI Ikut Nyaleg, Apa Kita Pilih?

BANGSAHEBAT.COM - Di era kecerdasan buatan, muncul wacana unik: bagaimana jika suatu saat robot atau AI maju jadi politisi? Apakah rakyat akan lebih percaya pada algoritma yang dingin dan objektif dibanding manusia yang penuh kepentingan? Dialog RBR kali ini membahas fenomena futuristik sekaligus satir tentang politik dan teknologi.

Rama:
“Bayangin kalau ada robot nyaleg, terus pidatonya pakai suara Google Translate. ‘Wahai rakyat, pilih saya… beep beep… saya tidak akan korupsi.’ Hahaha, kayak nonton film komedi!”

Bono:
“Justru itu, Ram. Kalau AI jadi politisi, bisa saja memang lebih jujur. Data, algoritma, dan transparansi bisa menyingkirkan kepentingan pribadi. Tapi masalahnya, politik itu bukan sekadar angka. Ada rasa, ada nurani, ada empati yang nggak bisa dihitung pakai rumus.”

Ranti:
“Kalau robot salah janji, bisa di-reset nggak? Misalnya janji bangun jalan tol 100 km tapi baru jadi 10 km. Tinggal klik tombol ‘ulang program’, beres deh! Hihihi.”

Rama:
“Hahaha, iya ya. Kalau manusia kan susah di-reset. Kalaupun diingatkan, biasanya pura-pura lupa. Kalau robot? Tinggal update firmware, langsung nurut.”

Bono:
“Tapi kalau semua diatur robot, bahaya juga. Politik tanpa manusia itu dingin. Rakyat bisa dianggap sekadar data, bukan jiwa-jiwa yang hidup. Demokrasi bisa jadi algoritma kering, bukan lagi ruang untuk hati dan dialog.”

Ranti:
“Eh, tapi kalau ada robot nyaleg, aku pilih yang baterainya awet. Jangan sampai pas rapat paripurna malah low-batt terus.”

Dialog RBR kali ini menyinggung wacana futuristik: AI jadi politisi. Rama melihat sisi lucunya, Bono mengingatkan bahaya politik tanpa kemanusiaan, dan Ranti polos bertanya soal janji yang bisa di-reset. Pesannya jelas: teknologi boleh maju, tapi politik tetap butuh hati manusia.