Politik Uang Digital: Dari Amplop ke QRIS?

BANGSAHEBAT.COM - Di tengah era cashless, ternyata politik uang pun ikut berevolusi. Kalau dulu rakyat mengenalnya lewat amplop tebal berisi lembaran rupiah, kini muncul tren baru: politik uang digital. Dari transfer bank, e-wallet, hingga QRIS, semua bisa jadi “jalan pintas” untuk membeli suara. Rama, Bono, dan Ranti pun menyoroti fenomena ini dengan gaya khas mereka: satir, kritis, tapi tetap menyentuh logika rakyat.

Dialog RBR

Rama:
Waduh, sekarang politik uang bisa pakai QRIS juga ya? Jadi amplopnya enggak perlu ribet, tinggal di-scan aja?

Bono:
Iya, Ram. Itu yang berbahaya. Politik uang digital jauh lebih sulit dilacak. Kalau dulu masih ada barang bukti amplop, sekarang bisa langsung cair ke dompet digital rakyat. Demokrasi kita bisa makin rusak kalau ini dianggap normal.

Ranti:
Hehe, tapi kalau QRIS ada cashback-nya gimana? Bisa bikin rakyat makin bingung, soalnya bukan cuma suara yang dibeli, tapi sekalian dapat bonus belanja.

Rama:
Ya ampun, Ranti… ini serius loh. Kalau dibiarkan, rakyat bisa makin pragmatis. Yang dilihat bukan lagi visi misi, tapi siapa yang kasih saldo lebih banyak.

Bono:
Betul. Politik uang digital ini bukan sekadar masalah baru, tapi juga ancaman besar. Demokrasi kita bisa berubah jadi “demokrasi e-wallet,” di mana suara rakyat hanya seharga saldo.

Ranti:
Jadi solusinya apa? Jangan-jangan nanti harus ada “Satgas QRIS Pemilu” buat ngawasin.

Rama:
Hahaha… kedengarannya lucu, tapi mungkin perlu. Karena kalau tidak, demokrasi kita bisa benar-benar kocar-kacir.

Dialog RBR kali ini menyindir fenomena politik uang yang ikut “go digital.” Dari amplop ke QRIS, praktik ini membahayakan demokrasi karena makin sulit diawasi. Pesan pentingnya jelas: digitalisasi harus dimanfaatkan untuk kebaikan bangsa, bukan dijadikan celah baru untuk memperjualbelikan suara rakyat.