Orang Lebih Takut Kehilangan Followers daripada Kehilangan Akal Sehat

BANGSAHEBAT.COM - Di era digital sekarang, banyak orang—termasuk para elite—lebih sibuk mengejar popularitas di media sosial dibanding menjaga akal sehat. Ukuran sukses seolah ditentukan dari jumlah followers, bukan kontribusi nyata. Dialog RBR kali ini akan mengulik sisi lucu sekaligus getir dari fenomena tersebut.

Dialog

Rama:
“Kalian sadar nggak sih, orang zaman sekarang itu lebih takut kehilangan followers ketimbang kehilangan akal sehat?”

Bono:
“Betul, Ram. Kayak para elite juga, banyak yang sibuk bikin konten biar viral, padahal kebijakan atau ucapannya kadang nggak nyambung sama logika dasar.”

Ranti:
“Ih iya, aku sering lihat. Orang rela bikin drama di medsos cuma biar trending. Tapi apa gunanya kalau cuma bikin gaduh?”

Sonya (ceplas-ceplos):
“Followers banyak tapi isi kepala kosong itu kayak warung rame tapi dagangan basi. Orang datang, lihat, terus kapok!”

Rama:
“Hahaha, pedas banget, Sonya. Tapi masuk akal. Viral itu nggak salah, cuma jangan sampai jadi tujuan utama.”

Bono:
“Yang bahaya itu kalau elite lebih mikirin likes daripada rakyat. Seolah-olah popularitas jadi alat ukur kebijakan. Padahal, rakyat butuh solusi, bukan sensasi.”

Ranti:
“Jadi intinya, sukses itu bukan soal seberapa besar followers, tapi seberapa besar dampak positif yang bisa kita kasih ke orang lain, ya?”

Sonya:
“Betul! Karena akal sehat itu kayak wifi. Kalau hilang, semua koneksi jadi kacau. Followers bisa datang dan pergi, tapi akal sehat jangan sampai putus.”

Dialog RBR kali ini menyoroti fenomena masyarakat dan elite yang lebih takut kehilangan followers daripada akal sehat. Sonya dengan gaya ceplas-ceplosnya menohok bahwa popularitas tanpa logika hanya akan membuat publik tertipu ilusi. Intinya, ukuran keberhasilan bukanlah viral di media sosial, melainkan kontribusi nyata bagi sesama.