Kalau Demokrasi Cuma Jadi Konten, Bedanya Sama Reality Show Apa?

BANGSAHEBAT.COM - Di era digital sekarang, demokrasi sering terlihat seperti sebuah pertunjukan. Alih-alih menjadi wadah rakyat menyampaikan aspirasi, justru mirip panggung hiburan penuh drama. Kalau begini, apa bedanya demokrasi dengan reality show di televisi?

Rama:
"Aku kadang bingung, demokrasi kita ini arahnya ke mana sih, Bon? Kayak nonton acara reality show. Ada drama, ada voting, ada eliminasi. Tapi hasilnya… ya tetap penonton cuma bisa teriak dari rumah."

Bono:
"Hahaha, bener, Ram. Bedanya kalau reality show, orang sadar mereka sedang ditonton buat hiburan. Kalau demokrasi? Katanya serius buat rakyat, tapi kok rasanya cuma jadi konten."

Ranti:
"Eh iya, kayak lomba nyanyi gitu ya? Ada juri, ada polling SMS, tapi juaranya kadang bukan yang paling bagus. Yang penting yang paling banyak sponsor atau paling heboh."

Sonya (satir):
"Kalau gitu, berarti kita tinggal tunggu host acara demokrasi ya. 'Selamat malam hadirin! Malam ini akan ada voting siapa yang lanjut jadi pemimpin, siapa yang tereliminasi, dan jangan lupa ada iklan politik di tengah-tengah!'."

Rama:
"Aduh, itu satir tapi nusuk, Son. Kalau demokrasi berubah jadi sekadar tontonan, rakyat cuma jadi penonton pasif. Padahal, seharusnya rakyat itu pemain utama."

Bono:
"Iya, demokrasi bukan konten. Demokrasi itu ruang serius di mana suara rakyat menentukan arah bangsa. Kalau cuma dipakai buat show, ya jangan salahin kalau rakyat akhirnya cuma nonton sambil ngemil, nggak percaya lagi sama sistemnya."

Ranti:
"Berarti tugas kita ya, mengingatkan bahwa demokrasi jangan sampai sekadar jadi hiburan. Harus balik lagi ke esensi: menyejahterakan rakyat."

Dialog RBR kali ini menyindir fenomena demokrasi yang kian mirip reality show: penuh drama, voting, eliminasi, tapi sering berujung sekadar hiburan. Padahal, demokrasi sejati harus lebih dari konten tontonan—ia harus memberi dampak nyata untuk rakyat.