BANGSAHEBAT.COM - Kasus pengadaan laptop di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) kembali jadi sorotan. Kali ini, Kejaksaan Agung mengungkap adanya peran dari Nadiem Makarim, Mendikbud kala itu, dalam proses pengadaan proyek senilai triliunan rupiah yang disebut-sebut banyak kejanggalan. Apakah ini bukti bahwa dunia pendidikan tak lepas dari permainan elite? RBR hadir membahasnya dari sudut pandang kritis, polos, dan jujur. Simak obrolan Rama, Bono, dan Ranti berikut ini!
Dialog RBR: "Laptop Pendidikan, Politik dan Peran Nadiem"
Rama:
“Gue baru baca berita dari CNN nih, Bon. Kejagung akhirnya ungkap juga bahwa Nadiem ikut ambil peran dalam pengadaan laptop Kemendikbud tahun 2021. Gede banget nilainya, Rp3,7 triliun lebih!”
Bono:
"Hah! Nadiem? Maksudnya Nadiem Makarim? Menteri yang dulu digadang-gadang bawa terobosan digital itu?"
Ranti:
"Lho, bukannya dulu laptop itu mau dipakai buat bantu anak-anak belajar daring ya? Kok jadi masalah sih?"
Rama:
"Masalahnya, Ran, menurut penyidikan, perannya Nadiem itu bukan sekadar ngurusin teknis. Tapi ikut juga dalam penentuan harga dan spesifikasi yang katanya banyak kejanggalan. Ada aroma penggelembungan harga."
Bono:
"Ini sih bukan sekadar proyek gagal. Ini udah masuk ranah dugaan korupsi! Kalau bener terbukti, ya kita bisa bilang: digitalisasi pendidikan dijadikan kedok buat 'digitalisasi duit'."
Ranti:
"Tapi Nadiem kan tokoh muda yang idealis. Masa sih mau main begituan juga? Atau jangan-jangan dia cuma 'diseret' namanya?"
Bono:
"Bisa aja. Tapi kalau udah sampai Kejagung menyebut namanya, berarti mereka punya dasar. Minimal, tanggung jawab moral dan administratif tetap melekat dong. Ini soal kepercayaan publik ke pemimpin muda, Ran."
Rama:
"Padahal dulu harapannya gede banget sama dia. Tapi ya gitu, Bon, kekuasaan kadang bikin orang lupa awal niatnya."
Ranti:
"Aku bingung. Yang kena kasus laptop, yang rugi anak-anak sekolah. Padahal laptop-nya banyak yang gak bisa dipakai. Ini namanya pendidikan dikorupsi secara sistematis."
Bono:
"Itulah, Ran. Kalau mindset-nya proyek dan bukan pelayanan, akhirnya anak-anak cuma jadi objek politik. Pendidikan butuh kejujuran, bukan branding tokoh."
Rama:
"Gue jadi mikir, Bon, kenapa nggak dari dulu literasi politik diajarin di sekolah ya? Biar generasi muda ngerti, bahwa pemimpin muda belum tentu pemimpin murni."
Bono:
"Setuju. Makanya kita bikin obrolan begini, supaya orang nggak cuma nonton berita, tapi ngerti konteks dan dampaknya."
Ranti:
"Ya udah yuk, kita tulis opini ini di Bangsahebat.com, biar makin banyak yang sadar!"
💬 Gabung Diskusi Literasi Politik & Sosial bersama RBR di Grup LITERASIKU BANGSAHEBAT.COM!
Langsung klik: https://chat.whatsapp.com/BQl9besC6zHFc7NyDP2dT4?mode=r_t
📚 Bangun bangsa lewat pikiran, bukan sekadar amarah.
Komentar0
Pastikan Selalu Berkomentar Yang Baik, Tidak Menyinggung Ras, Suku, Agama & Rasis