BANGSAHEBAT.COM - Karena kadang, solusi itu bukan di atas kertas… tapi di atas bangku plastik, di bawah lampu angkringan.
MONOLOG BANGSA
(Setting: Kamera mengarah ke Bangsa duduk di bangku angkringan, segelas teh hangat di tangan, suasana remang, lampu angkringan kuning redup, suara jangkrik samar terdengar di latar belakang)
(Bangsa menyapa kamera dengan ekspresi setengah heran, setengah geli.)
BANGSA:
Tadi malam saya nongkrong di angkringan. Seperti biasa… teh panas, gorengan, dan obrolan random seputar dunia dan akhirat.
Di pojokan sana, ada seorang pria. Pakaian sederhana, sandal jepit, rambutnya agak miring ke kanan kayak pemikiran politik kita hari ini.
Dia bilang,
"Mas… negara ini tuh luar biasa lho. Pemerintah dan Agama sama-sama memperhatikan orang miskin. Undang-undang ada, bansos ada. Zakat juga ada, infak, sedekah... Pokoknya kalau kamu miskin, kamu itu ibarat pusat perhatian semesta."
(Bangsa menatap kamera dengan wajah heran tapi senyum geli.)Lha kok jadi iri?
Lalu dia lanjutin,
"Saya ini nggak minta banyak-banyak mas. Cukup 5 ribu. Bisa beli nasi kucing, gorengan dua, teh manis, dan… bahagia. Gak ribet. Hidup ini udah indah kok. Asal satu kaki bisa naik ke bangku, bahasan bisa melebar dari harga cabai sampai geopolitik dunia."
(Bangsa memperagakan gaya duduk pria itu, kaki naik satu ke bangku, tangan nyengklak kayak dosen debat politik).
5 ribu dan satu kaki di bangku, Bro… itu udah paket lengkap rakyat Indonesia untuk jadi pakar nasional.
(Bangsa tertawa pelan.)
Tapi begini ya…
Saya jadi mikir:
Kalau rakyat sesederhana itu bahagianya, kenapa negara jadi sebegitu sibuknya?
Negara bikin program rumit, peraturan tebalnya kayak novel sejarah, debat di DPR bisa panas kayak kuah seblak level 10, tapi... di sudut angkringan, ada rakyat yang dengan lima ribu dan obrolan absurd bisa merasa lebih merdeka daripada isi pidato kenegaraan.
(Bangsa menghela napas, pandangan reflektif.)
Jadi sebenernya…
Yang harus diperhatikan itu siapa?
Rakyat yang ternyata gak butuh banyak?
Atau Negara yang kayaknya terlalu banyak mikirin apa yang rakyat butuhin, sampai lupa nanya langsung?
(Bangsa menatap kamera lebih dalam, nada suara menurun tapi hangat.)
Saya rasa…
Rakyat itu gak butuh dibahagiakan.
Mereka udah tahu caranya bahagia.
Yang mereka butuh… cuma didengar.
(Bangsa berdiri, gelas teh dikosongkan, lalu tersenyum pada kamera.)
BANGSA:
Karena kadang, solusi itu bukan di atas kertas… tapi di atas bangku plastik, di bawah lampu angkringan.
0Komentar