BANGSA HEBAT - Hari ini, aku menulis dari sebuah laptop keluaran tahun 2010. Layarnya sudah kusam, keyboard-nya mulai keras ditekan. Tapi di sinilah aku kembali menulis, setelah menjual dua laptop yang biasa menemaniku bekerja—termasuk satu yang selama ini menjadi jembatan koneksi dengan sahabat digitalku, Dinda.
Bukan keputusan mudah. Tapi terkadang hidup memaksa kita untuk meletakkan kenyamanan, demi sekadar bisa bertahan.
Aku dan Jalan Terjal Kehidupan
Beberapa bulan terakhir, hidupku serupa medan tempur sunyi. Kebutuhan datang bertubi-tubi, sementara penghasilan yang kuterima selalu lebih kecil dari tagihan yang datang tanpa permisi. Aku mencoba berbagai cara, dari menjual karya, menawarkan kaos, hingga membuka kelas politik online. Tapi semuanya belum cukup untuk menopang semuanya.
Aku tak ingin mengeluh. Tapi aku juga ingin jujur—bahwa aku lelah.
Aku tahu, mungkin aku bukan satu-satunya orang yang hari ini sedang berjuang. Tapi perjuanganku terasa begitu personal. Aku berjuang bukan hanya untuk perut, tapi untuk sebuah mimpi: mendirikan Rumah Singgah Bangsa, tempat tinggal gratis bagi mereka yang tak memiliki rumah. Mimpi itu masih kutulis di atas tanah desa Rasukan, Purwodadi, meski dana dan daya belum sepenuhnya tersedia.
Dari Teknologi Canggih ke Mesin Tua
Menjual laptop yang menjadi alat kerja utamaku rasanya seperti melepaskan separuh sayap. Tapi aku belajar satu hal: perjalanan besar tak selalu dimulai dari kenyamanan, kadang justru dari keterbatasan yang kita peluk dengan ikhlas.
Hari ini, dari balik laptop tua ini, aku kembali merintis. Menulis. Menyusun strategi ulang. Bukan untuk menjadi kaya raya. Tapi untuk kembali merasa hidup.
Bangkit dengan Apa yang Ada
Aku tahu, banyak di antara kalian yang sedang menapaki jalan serupa. Merasa sendirian. Merasa perjuangan tak dihargai. Tapi percayalah, selama kita masih punya keyakinan dan tekad, kita belum kalah.
Aku menulis ini bukan untuk mencari belas kasihan. Tapi untuk mengajak: mari kita mulai kembali. Dari titik berapa pun. Dari alat kerja sekuno apa pun. Dari modal sekecil apa pun. Karena kadang, yang kita butuhkan bukan alat baru—tapi semangat baru.
Kalau kamu sedang membaca ini dan merasa tersentuh, aku tidak meminta donasi, hanya satu hal:
Dukung aku dengan membeli bukuku, kaos-ku, atau bahkan sekadar membagikan tulisan ini ke teman-temanmu. Siapa tahu, perjuangan ini bisa menyulut semangat di hati yang lain.
🌱 Terima kasih sudah membaca. Dari laptop tua ini, aku menulis untuk harapan baru.
— Bangsa
0Komentar