TSziBSY7TUG0GUz0TUG8Gfd8BA==
Light Dark
Silaturahmi di Ujung Jempol: Perubahan Nilai dalam Tradisi Sambang di Era Digital

Silaturahmi di Ujung Jempol: Perubahan Nilai dalam Tradisi Sambang di Era Digital

Daftar Isi
×


BANGSAHEBAT.COM
 - Dalam kehidupan masyarakat Jawa, silaturahmi bukan hanya sekadar datang bertamu atau berbasa-basi, melainkan sebuah laku budaya yang sarat makna. Namun, di era digital ini, bentuk dan nilai-nilai dalam silaturahmi mengalami pergeseran yang signifikan. Tradisi sambang yang dahulu dilakukan dengan sungkem, sowan, dan tatap muka langsung, kini mulai digantikan dengan sapaan virtual, pesan singkat, dan video call. Perubahan ini memunculkan pertanyaan penting: apakah esensi silaturahmi masih terjaga, ataukah perlahan terkikis oleh kepraktisan teknologi?

Dari Rumah ke Layar: Transformasi Bentuk Silaturahmi

Teknologi digital telah mengubah cara manusia berinteraksi. Dahulu, untuk menjaga hubungan, seseorang harus menyempatkan waktu berkunjung langsung, membawa buah tangan, dan hadir secara fisik. Kini, cukup dengan mengirim pesan “Assalamu’alaikum, apa kabar?” melalui WhatsApp, hubungan dianggap sudah terjalin.

Transformasi ini tentu membawa sisi positif. Di tengah kesibukan dan jarak geografis, teknologi memberikan jalan pintas untuk tetap terhubung. Generasi muda, khususnya, merasa lebih nyaman menyampaikan perasaan lewat media sosial ketimbang harus bertatap muka langsung. Namun, perubahan bentuk ini juga membawa dampak pada nilai-nilai yang menyertai tradisi tersebut.

Pergeseran Nilai: Dari Rasa Menyatu ke Sekadar Tahu

Dalam silaturahmi konvensional, ada kehadiran fisik yang menciptakan ruang batin: saling melihat, merasakan, dan membaca suasana. Ada sentuhan tangan, senyuman, dan bahasa tubuh yang menyampaikan pesan yang lebih dalam daripada sekadar teks. Namun kini, nilai-nilai itu mulai menipis. Silaturahmi digital sering kali kehilangan rasa dan keintiman.

Sebagaimana dikatakan oleh sosiolog Selo Soemardjan, “Modernisasi bukan hanya merubah alat, tapi juga merubah watak masyarakat.” Ini berlaku dalam konteks silaturahmi—bukan hanya cara menyapa yang berubah, tetapi juga sikap batin dalam menyapa.

Dalam budaya Jawa, silaturahmi adalah ngalap berkah, mengharap ridha dan restu dari yang dituakan. Dengan digitalisasi, dimensi spiritual ini sering kali terlupakan. Pesan-pesan pendek yang dikirim tidak selalu membawa nuansa penghormatan yang biasa ditunjukkan dalam sungkeman atau sowan.

Antara Efisiensi dan Kehilangan Makna

Digitalisasi memang membawa efisiensi luar biasa. Tapi seperti dikatakan Emha Ainun Nadjib, “Kecepatan bukan selalu kebijaksanaan.” Silaturahmi yang dilakukan secara cepat dan praktis bisa kehilangan kedalaman. Ada kecenderungan bahwa “sudah menghubungi” cukup dianggap sebagai “sudah menjalin hubungan.”

Ini mengarah pada perubahan nilai dari “ngumbar rasa” menjadi “ngumbar kabar”. Orang merasa cukup tahu kabar seseorang tanpa perlu hadir merasakan bagaimana sebenarnya kondisi batin dan kehidupannya. Kunjungan yang dulu menjadi momentum penyambung empati kini tergantikan dengan notifikasi.

Merawat Nilai, Menyesuaikan Zaman

Namun, bukan berarti kita harus menolak teknologi. Sebagaimana filosofi Jawa yang lentur tapi tetap berakar, silaturahmi di era digital harus menemukan bentuk keseimbangannya. Perlu upaya sadar untuk tetap menghadirkan nilai-nilai luhur dalam setiap interaksi virtual.

Misalnya, ketika mengirim pesan, kita bisa tetap menjaga etika bertutur, menyisipkan doa, dan tidak bersikap kering. Saat melakukan panggilan video, tetap hadirkan sikap hormat dan empati, seolah-olah sedang berhadapan langsung. Dan jika memungkinkan, jangan biarkan perjumpaan fisik hilang sepenuhnya—karena ada hal-hal yang hanya bisa dititipkan melalui tatapan dan pelukan.

Bukan Sekadar Teknologi, Tapi Kesadaran

Era digital seharusnya tidak menjadi akhir dari kedalaman hubungan antarmanusia. Justru teknologi harus dijadikan alat untuk menyuburkan kembali makna silaturahmi, bukan menggantinya. Seperti pepatah Jawa, “Sepi ing pamrih, rame ing gawe”—diam dalam pamrih, ramai dalam perbuatan. Maka dalam dunia yang penuh distraksi ini, marilah kita tetap setia menjaga silaturahmi, bukan hanya di ujung jempol, tapi juga di dalam jiwa.

0Komentar

LAMAN BANGSA DAN RAKYAT, KUNJUNGI HALAMAN RAKYAT DAN BANGSA KLIK DISINI

https://literasiku.bangsahebat.com/
https://www.nongkrong.bangsahebat.com/