Trias Politika: Masih Pisah, atau Sudah Campur Aduk?

BANGSAHEBAT.COM - Dalam teori demokrasi, kekuasaan negara terbagi jadi tiga: legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Tapi dalam praktik, benarkah mereka masih berdiri sendiri? Atau justru saling peluk demi kekuasaan yang total?

🎭 JUDUL SKETSA "Satu Koalisi, Tiga Kursi"

🎙️ Dialog SPESIAL POLITIK

Adegan dibuka: Meja bundar SPESIAL POLITIK, di tengahnya miniatur gedung parlemen, istana, dan mahkamah konstitusi.

PUTRI (datar, memulai diskusi):
"Kita belajar sejak SD, Trias Politika itu pemisahan kekuasaan demi mencegah tirani. Tapi… sekarang kelihatannya semua saling tukar nomor WA."

BANGSA (sambil mengangkat maket istana kecil):
"Woy, ini istana, tapi isinya mantan anggota partai juga! Trus ini parlemen, isinya koalisi pemerintah semua! Gimana rakyat gak bingung—koalisi kok ngerangkap semua lini!"

KORENYA (mengelus dagu):
"Secara teori, kekuasaan harus saling kontrol. Tapi saat semua di bawah satu atap politik, check and balance menjelma jadi check and bank transfer."

PUPU (dingin, analitis):
"Yang kita lihat hari ini bukan pelanggaran hukum, tapi pembengkokan etika kekuasaan. Kader parpol masuk ke lembaga yudikatif pun dianggap ‘wajar’ asal lolos seleksi. Padahal... itu menghancurkan trust publik."

BANGSA (berdecak):
"Kalo legislatif, eksekutif, yudikatif semua duduk di satu grup WhatsApp... ya jangan heran rakyat makin susah protes!"

PUTRI (serius):
"Apakah Indonesia masih menjunjung trias politika, atau sudah mengubahnya jadi Trias Koalisi?"

Trias Politika seharusnya menjaga keseimbangan dan kontrol antar lembaga negara. Tapi ketika kekuasaan terkonsentrasi dalam satu kelompok politik, demokrasi berisiko hanya jadi formalitas.

Coba deh tanya ke diri sendiri: kamu lebih percaya pada sistem, atau pada jaringan?

www.BangsaHebat.com
"Yang Spesial Aja Kita Bahas Di Sini!"