BANGSAHEBAT.COM - Pemilu di Indonesia menggunakan sistem proporsional, tapi masyarakat masih banyak yang bingung—apa bedanya sistem terbuka dan tertutup?
Apakah rakyat benar-benar memilih wakilnya, atau justru nama tenar dan baliho raksasa yang menentukan segalanya?
Di SPESIAL POLITIK kali ini, keempat tokoh utama kita kembali beradu pendapat: antara idealisme, realita, dan tentu saja... sindiran yang menyengat!
🎠JUDUL SKETSA: “Dari Caleg ke Seleb: Siapa Sebenarnya Wakilmu?”
🎙️ Dialog SPESIAL POLITIK:
Adegan dibuka: Keempat tokoh sedang duduk melingkar di depan layar yang menampilkan dua papan besar bertuliskan “Proporsional Terbuka” dan “Proporsional Tertutup”
PUTRI (serius, membuka diskusi):
"Dalam sistem proporsional terbuka, rakyat memilih langsung calon legislatif. Sedangkan di sistem tertutup, rakyat hanya memilih partai, lalu partai menentukan siapa yang duduk di kursi. Pertanyaannya, sistem mana yang benar-benar wakili suara rakyat?"
BANGSA (nyengir, garuk-garuk kepala):
"Hmm... kalau saya sih sukanya yang terbuka, biar bisa pilih langsung. Tapi lama-lama kok kayak pilih artis, ya? Suaranya yang banyak malah yang punya jutaan followers, bukan ide brilian!"
KORENYA (mendalam, mengelus dagu):
"Ini soal representasi dan hakikat kekuasaan. Dalam sistem terbuka, rakyat seperti masuk pasar bebas politik. Tapi ingat... pasar juga bisa dikuasai oleh iklan, bukan kualitas."
PUPU (tegas, nada cepat):
"Justru di sistem terbuka, kader partai yang serius dan kerja di akar rumput bisa kalah oleh tokoh instan. Tapi kalau tertutup, elite partai bisa sewenang-wenang. Jadi, ini bukan soal sistem doang. Ini soal siapa yang pegang kendali di dalam partai."
BANGSA (ceplas-ceplos):
"Berarti gini ya... di sistem terbuka kita bisa milih langsung, tapi kadang kayak pilih kado dari bungkus doang. Di sistem tertutup, partai yang milih, tapi kita nggak tahu isinya sampai dibuka lima tahun lagi!"
PUTRI (menengahi):
"Baik terbuka atau tertutup, dua-duanya bisa gagal kalau partai tidak mendidik kader dan rakyat tidak paham siapa yang mereka pilih. Demokrasi butuh literasi."
KORENYA (puitis):
"Demokrasi bukan sekadar bilik suara. Ia adalah ruang batin yang harus terisi oleh kesadaran, bukan hanya nama-nama besar."
PUPU (dingin dan logis):
"Kalau rakyat tak diberi edukasi dan partai hanya mengejar elektabilitas, maka apapun sistemnya—rakyat tetap jadi objek, bukan subjek."
BANGSA (menghela napas panjang):
"Yah... suara saya ternyata cuma jadi alat kompetisi baliho, ya. Tapi tetep saya nyoblos, soalnya kalau nggak, nanti dibilang nggak cinta demokrasi!"
Sistem pemilu hanyalah alat. Baik terbuka maupun tertutup, keduanya bisa mengkhianati rakyat jika elite partai rakus dan pemilih tidak melek informasi. Dalam politik, yang penting bukan hanya sistem, tapi niat dan integritas penggeraknya.
Pilih itu bukan soal kenal wajah, tapi kenal rekam jejak. Jangan cuma ikut tren, ikut ngerti!
www.BangsaHebat.com
Yang Spesial Aja Kita Bahas Di Sini!
Pastikan Selalu Berkomentar Yang Baik, Tidak Menyinggung Ras, Suku, Agama dan Rasis
DAFTARKAN DIRIMU MENJADI BAGIAN DARI BANGSA HEBAT DENGAN MENDAFTAR ID BANGSA HEBAT, ADA UNDIAN BERHADIAH DAN JUGA UANG JUTAAN RUPIAH SETIAP BULANNYA. DAFTAR KLIK DISINI atau Cek id.bangsahebat.com