Ketika Aktivis Masuk Parlemen: Idealismenya Tetap atau Tergerus?

BANGSAHEBAT.COM - Aktivis yang dulu bersuara lantang menolak ketidakadilan, kini duduk manis di ruang rapat parlemen. 

Apakah idealisme mereka masih utuh, atau justru tergerus oleh sistem? Dialog RBR kali ini membahas dengan jujur dan tajam tentang transformasi para aktivis yang kini menjadi politisi.

🎭 Dialog RBR 

Rama:
Dulu aku sering ikut demo bareng salah satu tokoh aktivis itu. Orasinya mengguncang jalanan. Tapi sekarang, lihat dia duduk di parlemen, pakai jas rapi. Keren juga sih… perjuangannya nggak sia-sia.

Bono:
(Ketawa sinis) Keren? Coba tanya lagi deh. Dia dulu teriak anti oligarki, sekarang selfie bareng mereka. Dulu ngatain sistem busuk, sekarang malah jadi bagian dari sistem itu.

Rama:
Tapi kan nggak semua. Mungkin dia masuk ke dalam sistem biar bisa ubah dari dalam.

Bono:
Itu kalimat paling klise yang dipakai buat pembenaran. Faktanya? Setelah mereka duduk di kursi empuk, suaranya jadi pelan. Bahkan beberapa jadi lupa sama teman seperjuangannya dulu.

Ranti:
(Polos) Jadi… jadi orang baik itu tergantung kursi, ya? Kalau duduknya di jalanan, idealis. Tapi kalau duduknya di parlemen, jadi realistis?

Bono:
Itu dia, Ran. Politik itu kayak sungai deras. Banyak yang awalnya mau berenang lawan arus, tapi akhirnya hanyut juga.

Rama:
Aku masih pengen percaya, Bon. Mungkin mereka cuma belum nemu celah untuk gerak. Siapa tahu suatu saat bisa bikin perubahan nyata.

Bono:
Percaya itu bagus, Rama. Tapi butuh juga kritis. Kita jangan berhenti mengingatkan mereka, agar kursi tidak melupakan siapa mereka dulu.

Aktivis yang masuk parlemen sering kali menghadapi dilema antara idealisme dan realita politik. Rama masih berharap pada perubahan dari dalam. Bono skeptis melihat banyak aktivis yang berubah wajah. Sementara Ranti polos bertanya, apakah kebaikan seseorang bisa berubah hanya karena posisi atau kekuasaan? Dialog ini mengajak kita berpikir ulang tentang makna perjuangan dan kekuasaan.