TUroTUr5TpA6TUO7BSM0TfG0Ti==

JALAN TERTUTUP DI PUNCAK MERBABU


BANGSAHEBAT.COM
 - Aku mendapat cerita ini dari salah satu sahabat misteriusku, yang menulisnya di selembar kertas lusuh, dengan tinta yang sudah pudar di tepinya. Katanya, ini bukan sekadar kisah... ini peringatan.

Ohh ya sebelumnya kalau kamu punya cerita Horor atau Misteri bisa kirimkan ke kita agar bisa dituliskan oleh LARAS untuk kita bagikan cerita HOROR kamu di Bangsahebat.com, Email bangsahebatdotcom@gmail.com dengan Subject "KIRIM CERITA HOROR".


Malam itu, kabut sudah turun bahkan sebelum mereka mencapai pos pertama. Tiga orang pendaki — Raka, Anggi, dan Seno — memutuskan untuk tetap naik meski penjaga basecamp sempat memberi pesan singkat:

"Kalau kabut datang dari bawah... jangan teruskan."

Tapi mereka menganggap itu hanya mitos. Lagipula, tujuan mereka adalah jalur Tanjakan Siluman, sebuah rute pendakian yang katanya sudah ditutup bertahun-tahun lalu. Alasan penutupannya tidak pernah jelas — hanya disebut “banyak yang tak kembali.”

Pos Tiga — 22.15 WIB
Kabut semakin tebal. Senter mereka hanya menembus dua meter ke depan. Di antara kepulan kabut, Raka melihat sesuatu — cahaya kecil, seperti lentera, bergoyang pelan di kejauhan.

“Pendaki lain, mungkin?” gumamnya.

Tapi saat mereka mendekat, cahaya itu menjauh... lalu menghilang begitu saja.

Pos Empat — 00.37 WIB
Anggi mulai merasakan dingin yang menusuk, bukan seperti udara gunung biasanya. Nafasnya membentuk uap pekat. Lalu ia mendengar suara.

Langkah kaki.
Di belakangnya.

Saat ia menoleh, tak ada siapapun. Tapi suara itu terus mengikuti, seirama langkahnya. Sesekali terdengar lebih cepat, seperti seseorang yang berusaha menyusul.

Tanjakan Siluman
Ketiganya akhirnya sampai di jalur itu. Anehnya, meski malam, mereka melihat cahaya temaram menyinari jalan setapak yang sempit. Di sisi kiri tebing terjal, di kanan jurang gelap tanpa dasar.

Di pertengahan jalur, Seno berhenti. Matanya menatap ke arah jurang.

“Teman kita... ada di bawah,” katanya pelan.

Raka dan Anggi menoleh — dan benar, di bawah sana, di kegelapan, ada sosok seperti pendaki, wajahnya pucat, bibirnya membiru, menatap ke atas sambil melambai perlahan.

Mereka panik, berlari menaiki tanjakan. Tapi jalannya seakan memanjang tanpa akhir. Nafas mulai berat, kaki seperti tertahan. Lalu... kabut menelan segalanya.

Raka terbangun keesokan paginya di dekat basecamp. Sendirian. Tidak ada Anggi, tidak ada Seno. Saat ia bertanya pada penjaga basecamp, pria tua itu hanya memandangnya lama.

“Kamu sendirian dari awal. Tidak ada yang bersamamu.”

Raka mencoba membantah, tapi di buku tamu pendakian... hanya ada satu nama yang tercatat. Namanya sendiri.


Sahabatku menutup surat itu dengan kalimat:

“Jika suatu malam kau melihat cahaya lentera di jalur gunung... jangan ikuti. Itu bukan penunjuk jalan. Itu undangan.”

Dan entah kenapa, aku percaya.

Pastikan Selalu Berkomentar Yang Baik, Tidak Menyinggung Ras, Suku, Agama dan Rasis

DAFTARKAN DIRIMU MENJADI BAGIAN DARI BANGSA HEBAT DENGAN MENDAFTAR ID BANGSA HEBAT, ADA UNDIAN BERHADIAH DAN JUGA UANG JUTAAN RUPIAH SETIAP BULANNYA. DAFTAR KLIK DISINI atau Cek id.bangsahebat.com

http://rumahsinggah.bangsahebat.com/
https://lynk.id/bangsahebat/4y81o7jwmy1y/checkout
https://parpum.bangsahebat.com/

Type above and press Enter to search.