Dialog RBR: Viral Dulu, Benar Belakangan

BANGSAHEBAT.COM - Di era media sosial, sebuah video pendek dan caption emosional sering kali lebih dipercaya daripada penjelasan panjang yang utuh. Fenomena “viral dulu, benar belakangan” perlahan mengubah cara masyarakat berpikir dan menilai sebuah peristiwa. Melalui dialog Rama, Bono, dan Ranti, kita diajak memahami dampak budaya viral terhadap nalar publik.

Dialog RBR

Rama:
Aku bingung deh, Bon. Kenapa sekarang orang gampang banget percaya sama sesuatu cuma karena viral?

Ranti:
Lah, Ram… kalau udah viral kan berarti banyak yang nonton. Masa iya salah?

Rama:
Nah itu dia, Ran. Aku juga mikir gitu awalnya. Tapi kok rasanya aneh ya?

Bono:
Justru di situ masalahnya. Viral itu cuma tanda banyak yang lihat, bukan banyak yang paham.

Ranti:
Tapi kalau rame, berarti penting dong?

Bono:
Belum tentu. Kadang rame karena emosinya kena. Bukan karena kebenarannya ketemu.

Rama:
Jadi, orang percaya karena emosi dulu?

Bono:
Iya. Potongan video 30 detik bisa mengalahkan penjelasan 30 menit.
Padahal konteks itu nyawa dari kebenaran.

Ranti:
Berarti caption yang bikin marah itu bisa menyesatkan?

Bono:
Sangat bisa. Caption itu seperti kompas. Kalau salah arah, yang jalan juga ikut salah.

Rama:
Pantesan ya, Bon. Banyak orang udah marah duluan, baru nyari alasan belakangan.

Bono:
Itu ciri berpikir instan. Cepat bereaksi, lambat memahami.

Ranti:
Terus kita harus gimana dong kalau lihat yang viral?

Bono:
Berhenti sebentar. Tanya: ini utuh atau dipotong? Ini fakta atau perasaan?
Kalau jawabannya belum jelas, jangan ikut menyimpulkan.

Rama:
Berarti viral itu bukan ukuran kebenaran?

Bono:
Bukan. Viral cuma ukuran perhatian.
Kebenaran butuh waktu, bukan keramaian.

Ranti:
Hmm… berarti nggak semua yang rame itu layak dipercaya ya.

Bono:
Betul. Kadang yang paling benar justru paling sepi.

Dialog ini menyoroti budaya viral yang membuat masyarakat lebih mengutamakan emosi dan popularitas dibandingkan kebenaran dan konteks. Melalui percakapan Rama, Ranti, dan Bono, kita diingatkan bahwa viral bukanlah ukuran kebenaran, melainkan sekadar ukuran perhatian publik.